
Koran Sindo, 10 Maret 2015
Kondisi
pertanian Indonesia semakin membingungkan dan mencengangkan. Pasalnya, negeri
yang terkenal agraris pada kenyataannya sangat kritis. Impor pangan merajalela,
harga pangan tinggi, petani semakin miskin, jumlah petani berkurang, dan masih
banyak lainnya.
Penting
kiranya pemerintah melakukan tindakan taktis untuk menyembuhkan negeri agraris
yang semakin kritis ini. Pertama, mencegah pemiskinan sektor pertanian.
Pemerintah harus menyejahterakan para petani. Selama ini petani terkesan
ditelantarkan, sehingga tidak banyak orang melirik profesi yang sesungguhnya
mulia itu.
Berdasarkan
Survei BPS 2013, pendapatan rumah tangga petani dari usaha pertanian rata-rata
berkisar sebesar Rp12,4 juta per tahun, lebih sedikit dibandingkan bekerja
sebagai buruh di sektor industri. Kedua, mengagendakan pembangunan sektor
pertanian. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengubah sektor yang semula dari
non-tradable (padat modal) ke sektor tradable (padat tenaga kerja lokal).
Sektor
nontradable meliputi jasa, transportasi, keuangan, perdagangan, dan lainnya.
Sedangkan sektor tradable meliputi sektor manufaktur, pertambangan, serta
pertanian. Dalam hal ini, pertanian harus diutamakan melihat keberadaannya yang
semakin kronis. Ketiga, memastikan perdagangan secara adil bagi para petani.
Perdagangan
merupakan fondasi paling utama yang menopang maju-tidaknya bidang pertanian,
baik lingkup domestik maupun global. Sebab itu, jangan sampai terjadi
liberalisasi dalam perdagangan, karena akan mengganggu lurusnya keadilan dalam
pasar pertanian. Harga produk pertanian harus dilindungi pemerintah, agar tidak
terjadi kesenjangan hidup bagi para petani.
Keempat,
mengupayakan pembentukan jaminan hukum bagi para petani atas kerugian bencana.
Selama ini masih minim jaminan bagi para petani yang sedang mengalami kerugian
pertanian akibat bencana. Tidak jarang para petani Indonesia mengeluh lantaran
pemerintah belum memberikan hak bagi mereka, terutama mendapatkan
kesejahteraan.
Ketika
terkena suatu bencana yang mengakibatkan rusaknya produk pertanian, petani
mengalami rugi secara besar-besaran, namun pemerintah terkesan masih tidak
acuh. Undang-undang (UU) yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani
memang sudah dibentuk pemerintah jauh sebelumnya, yaitu UU Nomor 19 Tahun 2013.
Namun,
UU tersebut masih jauh dari harapan. Karena itu, pemerintah diharapkan
melakukan klarifikasi ulang terhadap UU yang telah ada, serta mengatur kembali
UU tersebut apabila terdapat ketidaksesuaian dengan kondisi kekinian. Semoga
pertanian Indonesia semakin jaya. Wallahu
a’lam bi al-shawab.
Oleh:
Muhammad Ali Fuadi, Mahasiswa Jurusan Ilmu Tafsir Fakultas
Ushuluddin UIN
Walisongo Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar