Tafsir Ayat Tentang Penciptaan Langit
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir Ayat Science
Dosen Pengampu:
Moch Noor Ichwan, M.Ag
Disusun Oleh:
Muhammad Ali Fuadi (124211064)
PRODI TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini
banyak ilmuan muslim maupun non-muslim menemukan ilmu pengetahuan baru, baik
yang berkaitan dengan penciptaan alam maupun hal lainnya. Padahal, hal-hal
tersebut sebenarnya sudah dijelaskan oleh Allah di dalam al-Qur’an, hanya saja
belum banyak orang yang mengetahuinya. Dan adapun yang sudah mengetahuinya di
dalam al-Qur’an sejak dulu, mereka belum bisa membuktikan kebenaran tersebut
berdasarkan kebenaran ilmiah. Itulah bukti bahwa al-Qur’an adalah benar kalam
Allah, bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Sebab, banyak oknum yang mengatakan
bahwa al-Qur’an bukanlah kalam Allah, melainkan buatan Nabi Muhammad Saw.
Thanthawi
Jauhari, salah satu ahli tafsir yang mahir dalam bidang sains, di dalam
tafsirnya “Al-Jawahir”, mengatakan bahwa:
“Sesungguhnya di dalam al-Qur’an
terdapat ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan yang berjumlah atas 750 ayat,
sementara yang membahas tentang ilmu fiqih tanda-tandanya tidak melebihi dari
150 ayat. Wahai umat Muslim, ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah
faroidh saja telah membuat berbagai macam cabang keilmuan, maka bagaimana
tanggapanmu mengenai 750 ayat yang berkaitan dengan keajaiban dunia.
Ini adalah masa ilmu, dan ini adalah masa yang jelas cahaya Islam. Mengapa
tidak kami kerjakan ayat-ayat tentang alam semesta, sebagaimana
para orang tua kita telah mengamalkan ilmu-ilmu tentang hukum waris”.
Melihat hal
itu, pemakalah akan secara komprehensif membahas ayat-ayat yang berkaitan
dengan penciptaan alam. Ayat-ayat tentang penciptaan alam itu sendiri juga
bermacam. Misalnya, ada yang membahas tentang penciptaan langit, bumi, gunung,
galaksi, bintang-bintang, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, pemakalah akan
fokus membahas tafsir ayat-ayat tentang penciptaan langit.
Di antara
ayat-ayat yang membahas tentang penciptaan langit adalah surat al-Baqarah ayat
29, surat al-A’raf ayat 54, surat at-Taubah ayat 3, surat Hud ayat 7, surat
al-Furqan ayat 59, surat as-Sajdah ayat 4, surat Qaf ayat 38, surat al-Hadid
ayat 4, surat an-Nazi’at ayat 27,dan surat asy-Syams ayat 5 sampai 10.
Oleh karena
itu, pembahasan ayat-ayat tentang alam semesta terutama mengenai penciptaan
langit perlu dikaji lebih lanjut dalam perkuliahan mata kuliah “Tafsir Ayat
Science” ini. Dalam hal ini pemakalah akan mencoba memaparkan secara
komprehensif penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan langit.
Semoga dapat menambah ilmu pengetahuan yang kita miliki. Aamiin.
II.
PENGERTIAN LANGIT
Dalam bahasa Arab, langit disebut sebagai as-sama’ yang
merupakan mufrod dari kata as-samawat. Di dalam al-Qur’an, kata tersebut
disebutkan sebanyak 310 kali secara terpisah di beberapa surat. Dalam bentuk
mufrod disebut sebanyak 120 kali, sedangkan disebutkan dalam bentuk jamak
sebanyak 190 kali. Louis Ma’luf dalam kamus al-Munjid mendefinisikan langit
sebagai sesuatu yang kita lihat berada di atas kita, seperti atap yang berwarna
biru, yang melingkupi bumi atau sesuatu yang melingkupi bumi dari angkasa yang
sangat luas.[1]
Sedangkan Ir. Abdurrazaq Nouval mendefinisikan langit sebagai
sesuatu yang di atas kita yang tentunya akan melindungi kita. Dengan demikian,
langit bisa juga disebut dengan atap rumah yang akan selalu melindungi seluruh
alam. Kalau dalam ilmu pengetahun, langit yaitu segala apa yang ada di sekeliling
benda-benda yang terdiri dari bintang-bintang dan kumpulan-kumpulan tata surya.
Itu artinya, langit merupakan segala sesuatu yang meliputi bumi.[2]
Kata langit
dan langit-langit (As-Sama’ Was Samawat) datang berulang-ulang dalam
al-Qur’an, berikut adalah penjelasan dan definisi ilmiahnya: Ilmu pengetahuan
menginterpretasikan langit sebagai bola dunia yang menghimpun seluruh
garis-garis orbit (Al-Aflaak) dan bintang-bintang di majarroh
kita yakni batas-batas alam material kita. Dan interpretasi ini sesuai dengan
interpretasi imam Muhammad Abduh ketika mengatakan: langit (As-Sama’u) adalah
nama bagi sesuatu yang berada di atas anda dan tinggi di atas kepala anda; anda
ketika mendengar kata langit ini sebenarnya membayangkan alam yang berada di
atas anda ini; di langit itu terdapat matahari dan bulan serta planet-planet
lain yang berjalan di garis-garis edar dan bergerak di garis-garis orbitnya.
Inilah yang
disebut langit, ia dibangun oleh Allah yakni Dia yang meninggikannya dan
menjadikan setiap planetnya sebagai bata dari bangunan atapnya atau sebagai
tembok yang mengelilinginya dan planet-planet yang berjalan ini satu sama lain
saling tarik-menarik dengan hukum gravitasi yang universal sebagaimana
bagian-bagian satu bangunan dihubungkan dengan meletakkan materi antara
bangunan itu yang dipergunakan untuk saling tarik-menarik.
Di antara
hal-hal yang perlu dijelaskan ialah bahwa langit itu menunjukkan kehampaan yang
terakhir di dalam alam dan yang tidak mungkin jika ia kosong tidak diduduki oleh
sesuatu, tetapi ia dipenuhi oleh penengah yang non-material (ruang hampa udara
yang disebut eter dan di dalam penengah yang non-material inilah kekuatan
non-material seperti gelombang-gelombang Al-Asliki atau radio, radar, sinar
panas dan kekuatan-kekuatan ini diberi nama gelombang-gelombang eter.[3]
III.
PROSES PENCIPTAAN LANGIT
Proses
penciptaan langit telah disebutkan sangat banyak di dalam al-Qur’an, salah
satunya sebagaimana yang dijelaskan di dalam surat Yunus ayat 3. Di dalamnya
dijelaskan bahwa penciptaan langit terjadi dalam enam masa, yaitu:
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡشِ يُدَبِّرُ اْلاَمْرَ مَا
مِنْ شَفِيْعٍ اِلاَّ مِنْ بَعْدِ اِذْنِهِ ذاَلِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ
فَاعْبُدُوْهُ اَفَلَا تَذَكًّرُوْنَ
Artinya: "Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy
(singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat
kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah
kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus : 3).
Pada permulaan ayat ini,
Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari
(masa). Hari yang dimaksud sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti hari
yang dipahami manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi.[4]
Dalam hal ini,
proses penciptaan langit sendiri dalam teori Big-Bang dijelaskan pada Surat
al-Anbiya’ ayat 30, yang berbunyi:
أَوَلَمْ يَرَ
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air itu, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’ : 30)
Berikut adalah penafsiran tokoh-tokoh agama: Apakah orang-orang
kafir tidak mengetahui melalui Muhammad Saw dan melalui al-Qur’an bahwa
langit-langit dan bumi adalah suatu yang berpadu tidak turun daripadanya satu
tetes air hujan pun di atas bumi yang satu sama lain saling melekat kemudian
Kami pisahkan keduanya dan sebagian yang lain melalui hujan dan
tumbuh-tumbuhan.
Penafsiran lain mengatakan: Orang-orang kafir itu buta dan tidak
bisa melihat bahwa langit-langit dan bumi pada awal penciptaannya adalah
berpadu dengan kodrat Kami kemudian masing-masing satu sama lain Kami pisahkan.
Sedangkan ini menurut teori ilmiah: Nash (teks) ayat ini sesuai
dengan teori yang paling modern tentang pertumbuhan langit dan bumi, yaitu
bahwa langit dan bumi, itu pada awal mulanya bersatu padu di dalam kabut yang
memuatnya, kemudian berpisah sebagai akibat ledakan-ledakan keras yang terjadi
di dalam kabut dan ledakan yang disebutkan di dalam ayat itu menjadi sempurna
setelah keduanya bersatu yakni bertemu satu sama lain dalam hal tersebut
terdapat isyarat atau tanda terhadap ledakan-ledakan yang disebutkan di dalam
alam yang karenanya materi alam tersebar di dalam ruang angkasa yang ruang
hampa udara dan di sekitarnya yang berakhir dengan terbentuknya berbagai macam
benda-benda langit yang beraneka ragam.[5]
Terkait dengan
proses penciptaan alam raya—termasuk di dalamnya penciptaan langit—
diketahui bahwa surat al-Anbiya’ ayat 30 tersebut memberikan petunjuk kepada
kita bahwa teori big-bang yang diungkap oleh para ilmuwan sekitar awal abad
ke-20, tepatnya mulai tahun 1927—atau sekitar 1350 tahun setelah al-Qur’an
diturunkan—telah lebih dahulu diungkap oleh ayat ini.
أَنَّ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Artinya: “Bahwasanya
itulah langit dan bumi ini pada mulanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya”.[6]
Pada ayat ini
Allah SWT menegaskan tentang kekuasaannya yang sempurna dan Maha Agung atas
seluruh makhluknya. Allah menciptakan langit dan Bumi beserta segala isinya
adalah dalil akan keberadaan wujudnya. Ia menyatakan pertanyaan yang bermakna
pengingkaran sebagai bantahan kepada siapa saja yang tidak mengakui eksistensi
dirinya. Nalar orang-orang kafir digugah oleh ayat di atas dengan menyatakan : Dan
apakah orang-orang kafir belum juga menyadari apa yang telah Kami jelaskan
melalui ayat yang lalu dan tidak melihat, yakni menyaksikan dengan mata
hati dan pikiran sejelas pandangan mata bahwa langit dan bumi keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya.[7]
Lafadz فَتَق yang
terdapat pada penggalan ayat tersebut memiliki banyak makna, di antaranya
sebagai berikut: “Celah, membongkar, membanting, letusan, membelah, membengkak
hingga pecah, lubuk air.” Makna-makna yang diungkapkan tersebut semakin memperkuat
dugaan adanya peristiwa yang dikemukakan oleh teori Big-Bang. Hal ini dapat
digunakan sebagai petunjuk bahwa ayat al-Qur’an ialah mukjizat sepanjang zaman
selama umur bumi ini, karena proses Big-Bang masih terus berjalan hingga akhir
zaman berdasarkan penelitian para ahli dalam bidangnya.
Pada ayat
tersebut selanjutnya dinyatakan: “Lalu Kami pisahkan antara keduanya,”. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa jika digambarkan keduanya maka bumi pada mulanya
menempel atau menyatu dengan kumpulan langit, galaksi, dan yang lain beserta
planet-planet atau benda-benda langit lainnya dalam sebuah “Bola besar”.
Lalu “bumi” yang ada di bagian celah “bola besar” tersebut, akibat
letusan bola besar ini terbanting dan bahagian bumi yang menempel tadi menjadi
cekungan lautan dan samudra, serta bagian-bagian lain yang terkena dentuman
besar itu pun juga menjadi cekungan, yang kemudian bola besar itu membelah,
terbongkar, serta membengkak hingga pecah mengeluarkan kandungannya termasuk
air. Hasil pecahan bola besar itulah yang kemudian menjadi benda-benda langit
atau galaksi-galaksi selain bumi.[8]
IV.
MATERI LANGIT
Sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat di atas pula dijelaskan tentang materi langit,
yaitu bahwa air itulah yang mempengaruhi atau yang mengakibatkan adanya
kehidupan di alam raya. Penulis dalam Q.S. al-Anbiya’ ayat 30 ini memaknai
lafadz:
وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
“Dan dari
air itu Kami jadikan pengaruh untuk segala sesuatu yang hidup”
Air memang
dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Menurut terminologi sains, makna “air“
adalah kumpulan unsur kimiawi yang di dalamnya berupa oksigen (O) dan hidrogen
(H2). Unsur pertama, yaitu oksigen dibutuhkan oleh seluruh umat manusia
dan makhluk hidup lainnya, sedangkan hidrogen (H) yang dapat memunculkan atau
mengakibatkan terjadinya ledakan besar.[9]
Berkenaan
dengan materi yang membentuk langit juga disebutkan dalam surat Fushshilat ayat
11, yang berbunyi:
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى
السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ
كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan
langit dan langit itu masih berupa kabut, lalu dia berkata kepadanyadan kepada
bumi, ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa’.” (QS. Fushshilat : 11)[10]
Nanti kita akan
membicarakan tentang asal kehidupan yang dikatakan “air”, di samping
masalah-masalah biologi yang terdapat dalam al-Qur’an. Untuk sementara kita
dapat menyimpulkan sebagai berikut:
- Menetapkan
adanya suatu kumpulan gas dengan bagian-bagian kecil yang sangat halus.
Dukhan = asap. Asap itu terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan
bagian-bagian kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair,
dan dalam suhu rendah atau tinggi.
- Menyebutkan
proses perpisahan (fatq) dari suatu kumpulan pertama yang unik yang
terdiri dari unsur-unsur yang dipadukan (ratq). Kita tegaskan lagi,
“fatq” dalam bahasa Arab artinya memisahkan dan “ratq”
artinya perpaduan atau persatuan beberapa unsur untuk dijadikan suatu
kumpulan yang homogen.
Konsep kesatuan yang berpisah-pisah menjadi beberapa
bagian telah diterangkan dalam bagian-bagian lain dari al-Qur’an dengan
menyebutkan alam-alam ganda. Ayat pertama dari surat pertama dalam al-Qur’an
berbunyi: “Dengan nama Allah, Maha Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi
Allah, Tuhan sekalian alam.”[11]
Di dalam surat al-Baqarah ayat 29, juga diterangkan
demikian. Penggunaan lafadz جعلdalam konteks
penciptaan pada ayat-ayat al-Qur’an, memiliki makna: “Menjadikan sesuatu dari
bahan atau materi yang sudah ada atau keberadaannya terkait dengan wujud yang
lain”. Hal ini tentu saja semakin memperkuat proses Big-Bang yaitu pada era
terjadinya pendinginan/ pemuaian atau era Hadron setelah ledakan yang pertama.
Ayat ini diakhiri dengan ungkapan atau lafadzأَفَلَا
يُؤْمِنُونَ merupakan kalimat pertanyaan. Namun, yang
dimaksud dalam ayat tersebut sebenarnya adalah kalimat perintah, yaitu untuk
mengimani atau mempercayai kebenaran informasi tersebut. Digunakannya bentuk
ungkapan gaya bahasa majazi tersebut, biasanya untuk memperkuat atau
sebagai ta’kid disebabkan khithab atau audiens yang dituju oleh
ayat tersebut sulit untuk mempercayainya secara langsung.[12]
Ayat di atas mengandung isyarat atau pengertian bahwa kejadian bumi
dan isinya itu lebih dahulu dibandingkan terciptanya langit yang tujuh lapis.
Pengertian itu tidaklah bertentangan dengan ayat yang berbunyi:
أَأَنْتُمْ
أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَ (27) رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا (28)
وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا (29) وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ
دَحَاهَا (30)
Artinya: “Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit?
Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan
bumi sesudah itu dihamparkan-Nya”. (QS. An-Naziat: 27-30)
Hal tersebut karena kata ba’du yang terdapat pada ayat
tersebut menunjukkan pengertian sesudah. Namun kaitannya bukan dengan zaman
melainkan dengan penuturan konteks ayat. Pengertian tersebut juga bisa
diartikan bahwa setelah Allah menciptakan langit, lalu Allah menata bumi untuk
siap dihuni dan dibangun.[13]
V.
MASA PENCIPTAAN LANGIT
Sedangkan mengenai masa penciptaan langit, Allah Swt berfirman dalam surat Qs. Al-A’raf : 54, yaitu:
اِنَّ
رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ
اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡش يُغۡشِى الَّيۡلَ النَّهَارَ يَطۡلُبُهٗ
حَثِيۡثًا ۙ وَّالشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ وَالنُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمۡرِهٖ ؕ
اَلَا لَـهُ الۡخَـلۡقُ وَالۡاَمۡرُؕ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الۡعٰلَمِيۡنَ
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf : 54)
Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud sebagai
rentang waktu penciptaan, bukan seperti hari yang dipahami manusia saat ini,
yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi. Dengan demikian, yang dimaksud
hari di sini adalah hari dimana sebelum langit dan bumi diciptakan. Hari atau
masa yang disebutkan dalam ayat ini hanya Allah yang mengetahuinya. Sedangkan
di dalam al-Qur’an juga terdapat beberapa informasi mengenai masalah ini. Ada
suatu ayat yang menyebut satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam
hitungan manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 47:
وَاِنَّ يَوْمًا
عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّوْنَ
Artinya; “Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj : 49)
Dalam surat as-Sajdah ayat 5 juga dijelaskan serupa:
يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ
كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
(lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. As-Sajdah : 5)
Pada ayat lain dijelaskan bahwa satu hari itu sama dengan lima
puluh ribu tahun dalam hitungan manusia. Keterangan ini sebagaimana yang
dijelaskan dalam surat al-Ma’arij ayat 4:
تَعۡرُجُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيۡهِ
فِى يَوۡمٍ۬ كَانَ مِقۡدَارُهُ ۥ خَمۡسِينَ أَلۡفَ سَنَةٍ۬
Artinya: “Para Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada
Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij :
4).[14]
Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini juga disebutkan
dalam beberapa ayat lain, sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud ayat 7,
yaitu:
وَهُوَ الَّذِىۡ
خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُهُ عَلَى
اْلمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara
kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Hud : 7).
Berikut adalah penafsiran tokoh-tokoh agama: Allah menciptakan
langit-langit dan bumi dalam enam masa, padahal sebelumnya di dalam alam wujud
tidak lebih banyak daripada alam air dan alam atasnya adalah ‘Arsy (singgasana)
Allah. Dan Allah telah menciptakan alam ini untuk menampakkan, melalui
percobaan, keadaan-keadaan dan amal-amal kamu sekalian karena Dia mengetahui
orang yang meneriman Allah secara taat dan orang yang menentang-Nya.
Sedangkan ini menurut teori ilmiah: Kata ‘Arsy (singgasana)
terdapat di dalam bahasa dengan arti singgasana raja; Robb (Tuhan) ‘Arsy adalah
Allah Swt yang kekuasaan-Nya meliputi seluruh langit dan bumi. Kata Sama’
(langit) berarti segala sesuatu yang menaungi dan di atas anda, mencakup
lapisan-lapisan udara yang ketebalannya menipis secara bertahap ketika kita
semakin sampai pada daerah-daerah hampa udara dan ruang angkasa di mana
bintang-bintang dan planet-planet berjalan pada garis edarnya dengan aturan
yang cermat sesuai dengan hukum gravitasi.[15]
Dalam surat al-Hadid ayat 4 disebutkan bahwa penciptaan langit dan
bumi dalam enam masa ini dikaitkan dengan pengetahuan Allah tentang hal-hal
lain. ayat itu adalah sebagai berikut:
هُوَالَّذِىۡ
خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡشِ
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي اْلاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهاَ وَمَا يَنْزِلُ مِنَ
السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللهُ
بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرُ
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke
dalam bumi dan apoa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan
apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana pun kamu berada. Dan Allah
maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid : 4).
Keterangan yang ditambahkan setelah pernyataan penciptaan langi dan
bumi dalam enam masa adalah bahwa Allah mengetahui apa yang masuk dan keluar
dari bumi serta apa yang turun dan naik ke langit. Selain itu, Allah juga
mengetahui secara rinci perbuatan manusia. Penjelasan ini untuk menegaskan
bahwa sebagai pencipta, Allah mengetahui segala apa yang terjadi pada
ciptaan-Nya. Tidak satu pun peristiwa yang luput dari pengetahuan-Nya.[16]
Selain itu, ada pula ayat yang menjelaskan bahwa langit itu
diciptakan dalam dua masa, sebagaimana yang terdapat dalam surat Fushshilat
ayat 12:
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ
سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا
ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Artinya: “Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan
Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang
dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Fushshilat : 12).
VI.
TUJUH LAPIS LANGIT
Masih sedikit menjelaskan surat Fushshilat
ayat 12 yang penulis paparkan di atas. Bahwa selain ayat tersebut menjelaskan
tentang diciptakannya dalam dua masa, juga dijelaskan pula bahwa penciptaan
tujuh langit. Penciptaan tujuh langit itu terbagi dalam dua masa. Ayat ini
menjelaskan bahwa Allah menyempurnakan langit dan menjadikannya tujuh lapis
dalam dua masa. Masa yang dimaksud, sebagaimana yang dijelaskan sebelumya,
adalah dua periode yang rentang waktunya sangat panjang. Pada awalnya, Allah
menciptakan langit pertama, dan kemudian disempurnakan menjadi tujuh langit
yang berlapis-lapis.[17]
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat
al-Baqarah ayat 29, di dalam surat ini secara tersurat Allah juga menjelaskan
bahwa langit terdiri atas tujuh lapis langit, yaitu:
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dialah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 29)
Wahai para
manusia, bagaimana Allah meyakinkanmu atas keputusan yang telah ditetapkan
kepadamu, dan di sisimu tuhan menyampaikan kepadamu, dan Allah berkata “هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا”
dan kalian tidak memiliki sedikitpun atau sebagian kecil. Dari dalam (bumi) terdapat permata yang
tumbuh dalam laut yang dari selain sisimu, dan tempat yang kamu tempati, dan
hutan yang ada di sisimu. Apakah kamu menyangka wahai manusia bahwa pandangan
ini merupakan penyampaian yang sempurna.
Wahai ummat,
Allah telah mengatakan هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي
الْأَرْضِ جَمِيعًا, wahai kaum,
bukankah kalian orang-orang yang termasuk dalam penyampaian sempurna ini.
Apakah kalian tidak malu apabila tidak mengetahui atas nikmat yang telah
diberikan tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah memberikan kepada orang-orang
kafir berupa kenikmatan ini dan pendeknya akal dan tujuan yang bodoh. Bagaimana
kalian berkata bahwa Allah memiliki sesuatu yang ada secara keseluruhan ini
berupa tingkah laku atau perbuatan manusia (hamba) dalam semua apa-apa yang
diberikan Allah kepada para manusia.
Allah telah
menjelaskan kepada kita daya perkataannya, “telah aku ciptakan untukmu bumi
seluruhnya, dan jika aku berikan nikmat kekuatan kepadamu, maka akan rusak dan
memiliki kemarahan yang sangat parah. Ini dia, Allah kita, ketika melihat kami
berpaling dari nikmat karunianya, sehingga kita merasa memenangkan dan kita
melupakan dan mengabaikan murka kemarahannya. Dan ini merupakan balasan bagi
orang-orang kafir yang tidak mensyukuri nikmat Allah. Apakah kamu tidak mau
untuk mengkhusyukkan hati kamu dengan mengingat Allah, terhadap suatu kebenaran
yang diturunkan kepadamu.[18]
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ
Artinya: Dialah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.
Lafadz خَلَقَ di dalam ayat
ini dimaknai dengan kemampuan menciptakan, dan selain makna itu kami menemukan
perhitungan takdir yaitu seluruh kemampuan yang mencakup apa saja yang ada di
bumi untuk kemaslahatan manusia.[19]
Selain itu, di dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan bahwa lafadz خَلَقَ diartikan
dengan ikhtara’a wa awjada ba’dal ‘adam (menciptakan dan meniadakan
setelah tiada). Dikatakan kepada manusia خَلَقَ ketika dia
mengadakan sesuatu, ibnu kaisan mengatakan “خَلَقَ لَكُمْ“
maknanya adalah “Dia menjadikan demi kalian”. Adapula yang mengatakan bahwa
maknanya adalah segala sesuatu yang ada di bumi diberikan sebagai nikmat atas
kalian, dan semua itu untuk kalian. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah
bukti ke-Esaan dan anjuran untuk direnungkan.[20]
جَمِيعًا ثُمَّ
اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ
Pengertian
lafadz as-sama’ (langit) di dalam tafsir al-Maraghi ialah seluruh yang
ada di atas kita. Dan kata istawa ‘alaihi artinya berkehendak
menciptakan langit.[21]
اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ
dikatakan: اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ
: dengan makna tujuan terhadap sesuatu yang selain tujuan itu, dan dari
perkataannya: Dia berbalik ke
pengirim sebagai panah.
Hal ini bertujuan agar kehendak-Nya
yang berhubungan dengan penciptaan
langit benar-benar
melekat dengan selain sesuatu yang lain.[22]
Dalam
penciptaan ini tidak ada hal lain yang akan diciptakan selama belum selesai.
Oleh karen itu, kemudian dilanjutkan dengan kalimah:
فَسَوَّاهُنَّ
سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
Dalam hal ini,
Allah kemudian menyempurnakan penciptaan langit. Karenanya, Allah menjadikan
langit menjadi tujuh lapis yang sempurna bentuk dan polanya. Lafadz سَوَّا berarti Penyelesaian.
Dan penyelesaian
dalam hal ini yaitu membuatnya
menjadi lebih baik dan sempurna. Allah Mahakuasa
telah menjelaskan dalam beberapa ayat
yang akan
disebutkan kemudian dalam arti komposisi
tubuh bagian-bagiannya
bebas dari kejanggalan.
Setiap konfigurasi yang
sangat proporsionalitas serta
ketepatan dan ketentuan. Makna Umumnya,
Dia yang
memperkirakan menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kepentingan
khusus. Kemudian khawatir kehendak-Nya yang
berhubungan dengan penciptaan langit
salah satunya lalu menciptakan tujuh langit dan dia mengetahui segalanya.[23]
Memang, tujuh langit yang diciptakan Allah
dalam dua masa sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Fushshilat ayat 12
merupakan sesuatu yang belum jelas hakikatnya. Karena itu, sebagian besar
masyarakat masih belum mengerti. Begitu pula para mufassir, mereka menerangkan
maknanya sesuai dengan keyakinan dan pengetahuan yang dimilikinya.
Penciptaan tujuh lapis ini sebagaimana yang dijelaskan
dalam surat al-Mulk ayat 3, yang isinya:
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقاً مَّا تَرَى فِي خَلْقِ
الرَّحْمَنِ مِن تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِن فُطُورٍ
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu
yang tidak seimbang.” (QS. Al-Mulk : 3).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menciptakan tujuh langit secara
bertingkat-tingkat. Tiap-tiap benda alam itu seakan terapung kokoh di
tengah-tengah alam jagat raya, tanpa ada tiang-tiang yang menyangga dan tanpa
ada tali yang mengikatnya. Memang langit yang terlihat di alam ini terwujud tanpa
tiang yang menyangganya. Allah menegaskan hal ini dalam surat Luqman ayat 10:
خَلَقَ السَّمَوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu
melihatnya.” (QS. Luqman : 10).
Menurut sebagian ahli tafsir, kata tujuh langit diartikan sebagai
galaksi-galaksi yang terdapat di ruang angkasa yang jumlahnya sangat banyak.
Pendapat demikian didasarkan pada dua anggapan, yaitu bahwa angka tujuh dalam
bahasa Arab biasa digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jumlahnya banyak
atau suatu jumlah enam ditambah satu. Selain ini, ada pula pakar yang
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh lapis itu adalah tujuh bintang yang
ada di sekitar matahari. Namun demikian, ada pula mufassir yang tidak mau
menjelaskan maknanya, dan menyerahkan kepada Allah, karena hal itu ada
pengetahuan-Nya dan belum diketahui dengan pasti oleh manusia.[24]
Selain itu, ada
yang berpendapat bahwa langit-langit juga disebutkan sebagai ganda, bukan saja
dalam bentuk kata jamak, tetapi dengan angka simbolik yaitu angka tujuh. Angka
tujuh dipakai dalam al-Qur’an sebanyak 24 kali untuk maksud bermacam-macam.
Sering kali angka tujuh itu berarti “banyak” dan kita tidak tahu dengan pasti
sebabnya angka tersebut dipakai. Bagi orang-orang Yunani dan orang-orang
Rumawi, angka 7 juga mempunyai arti “banyak” yang tidak ditentukan. Dalam
Qur-an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit, angka 7
dipakai satu kali untuk menunjukkan langit-langit yang tidak disebutkan. Angka
7 dipakai satu kali untuk menunjukkan 7 jalan di langit.[25]
VII.
KESIMPULAN
Memang,
al-Qur’an tiada tandingannya. Segala hal yang berkaitan dengan kehidupan pasti
ada di dalamnya. Sedikit contoh adalah tentang ilmu pengetahuan alam. Kita
semua mengetahui dan meyakini bahwa segala hal yang ada di dunia ini merupakan
ciptaan Allah. Hal tersebut juga jelas diterangkan dalam al-Qur’an, setidaknya
sudah cukup untuk menghentikan para oknum yang tidak mempercayai kebenaran
al-Qur’an.
Mengenai
penciptaan langit sendiri, ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang hal
itupun juga sangat banyak. Dan pengetahuan yang ditemukan oleh para ilmuan
akhir-akhir inipun juga sudah ada di dalam al-Qur’an. Misalnya, teori tentang
Big-Bang. Konsep Big-Bang sepadan dengan yang ada di dalam al-Qur’an mengenai
penciptaan alam raya, termasuk di dalamnya tentang penciptaan langit. Semoga
kita selalu senantiasa bisa membaca al-Qur’an setiap hari. Dan selanjutnya
merenungkan isi yang terkandung di dalamnya.
VIII.
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang “Tafsir
Ayat Tentang Penciptaan Langit” kami susun. Semoga pembahasan tentang tema
kali ini bermanfaat bagi kita semua. Sudah barang tentu, makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam segi penulisan maupun
isinya. Maka dari itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dapat
lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hanafi. Al-Tafsir al-‘Ilmi li
al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an. Mesir: Dar al-Ma’arif. 1985.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir
al-Maraghi, Terj, Jil 1. Semarang: Karya Toha Putra. 1992.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir
al-Qurthuubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2010.
Bucaille, Dr. Maurice. Bibel, Qur’an, dan
Sains Modern, Terj. Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
Ibrahim, Muhammad
Ismail. Sisi Mulia: Agama dan Ilmu. Jakarta: CV. Rajawali. 1986.
Ichwan,
Mohammad Nor. Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains
Modern. Yogyakarta: Menara Kudus. 2004.
Jauhari, Thanthawi. Al-Jawahir fi al-Tafsir
al-Qur’an al-Karim, Jilid I. Beirut: Dar al-Fikr. 1395
H/ 1974 M.
Kementerian
Agama RI. Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta:
Kemenag RI. 2012.
Noval,
Abdurrozaq, Langit dan Para Penghuninya.
Prof. Dr. A. Baiquni. Islam dan Ilmu
Pengetahuan Modern. Jakarta: Pustaka. 1983.
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat
Sains & Sosial. Jakarta: Amzah. 2007.
Syihab, M. Quraish.
Tafsir Al-Misbah, Volume VIII. Jakarta: Lentera Hati. 2000.
[1]
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui Pendekatan
Sains Modern, (Yogyakarta; Menara Kudus, 2004), h. 188-189
[4] Kementerian Agama RI, Penciptaan
Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI,
2012), h. 3-4
[8] Andi Rosadisastra, Metode
Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 204-205
[11] Dr. Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an, dan
Sains Modern, Terj. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 152
[13] Ahmad Musthafa al-Maraghi,
Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1, (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), h.
128-130
[14] Kementerian Agama RI, Penciptaan
Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI,
2012), h. 4-5
[16] Kementerian Agama RI, Penciptaan
Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI,
2012), h. 5
[17] Kementerian Agama RI, Penciptaan
Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI,
2012), h. 5-6
[18] Thanthawi
Jauhari, Al-Jawahir fi al-Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1395
H/ 1974 M), h. 46
[19] Hanafi Ahmad, Al-Tafsir al-‘Ilmi li al-Ayat
al-Kauniyah fi al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1985), h. 201
[20] Syaikh Imam al-Qurthubi,
Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 448
[21] Ahmad Musthafa al-Maraghi,
Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1, (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), h. 128
[23] Hanafi Ahmad, Al-Tafsir
al-‘Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1985),
h. 201
[24] Kementerian Agama RI, Penciptaan
Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI,
2012), h. 49-50
[25] Dr. Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), h. 152
ijin copas
BalasHapus