Suara Pena Pemuda

Menuju Cakrawala Perubahan

Rabu, 10 Oktober 2018

Momentum Kaum Muda Kubur Radikalisme




Aksi penyebarluasan paham radikalisme di era milenial ini disinyalir telah menemukan bentuk baru, yang sasarannya tidak lain adalah generasi muda. Sebab generasi muda dianggap generasi yang mudah dan masih rentan disusupi pemahaman-pemahaman baru, termasuk pemahaman radikal. Apalagi bila bekal keagamaan dan pemahaman nasionalisme pada diri generasi muda masih belum mengakar dengan kuat.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Polri, kasus-kasus faham radikal yang akhir-akhir ini terungkap dan kemudian pelakunya dijadikan sebagai tersangka, paling besar jumlahnya dari kaula muda. Fakta ini memberikan sinyal negatif kepada seluruh elemen bangsa, bahwa peran lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan (ormas), dan lingkungan keluarga masih lemah dalam menjaga dan memberikan nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan bagi generasi muda.

Sementara itu, lingkungan kampus yang dipercaya mampu mencetak kader-kader akademis, justru saat ini disinyalir telah menjadi ladang subur penyebaran paham radikalisme. Menurut Mohammad Nasir, Menteri Riset, Teknologi, dan Pergutuan Tinggi (Menristek dikti), penyebaran paham radikalisme di kampus sebenarnya sudah terjadi sejak lama, yakni sekitar tahun 1983. Melihat hal itu, kemudian pada tahun yang sama dibuat kebijakan normalisasi kampus dengan program BKK (Badan Koordinasi Kampus).

Paham radikalisme bahkan semakin membumi setelah kran kebebasan berpendapat terbuka di era reformasi. Diketahui bahwa era reformasi memberikan ruang kepada setiap insan untuk berekspresi secara bebas. Akan tetapi, sayangnya kebebasan tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh oknum-oknum tertentu, sehingga paham radikalisme semakin menguat terutama di ranah pendidikan. Kebebasan yang diberikan itu justru disalahartikan sehingga menerabas nilai moral, etika, dan karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai.

Mengubur Radikalisme

Melihat semakin tingginya tingkat penyebaran paham radikalisme di masyarakat, terutama yang mengancam generasi muda, seluruh elemen harusnya mulai sadar dan segera mencari solusi untuk mengatasinya. Menurut hemat penulis, ada beberapa hal yang perlu diupayakan secara serius dan berkelanjutan, di antaranya: pertama, lingkungan keluarga harus menjadi garda terdepan yang selalu siap dan konsisten mengajarkan dan memberikan nilai-nilai nasionalisme kepada kaum muda, agar ideologi yang diterima mengakar secara kuat.

Seluruh bangsa tahu bahwa keluarga merupakan rumah pertama, dan orang tua sebagai pendidik utama anak-anaknya hingga mereka dewasa. Jika mereka selalu membiasakan memberikan pendidikan kebangsaan dan nasionalisme kepada anak sejak dini, dipastikan sikap toleran anak akan terbangun dengan kuat. Dengan pemahaman kebangsaan dan nasionalisme yang kuat, indoktrinasi radikalisme dalam bentuk apapun tidak akan mempan apalagi dapat masuk ke dalam diri para pemuda.

Kedua, lembaga pendidikan, yang dalam hal ini sekolah dan perguruan tinggi, selalu sigap pada setiap kondisi dalam upaya mengantisipasi penyebaran paham radikal. Apalagi saat ini musim mahasiswa baru, yang tentu harus sejak awal sudah dibekali pemahaman pentingnya menjaga ideologi bangsa dan nasionalisme kebangsaan. Komjen Pol Suhardi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam hal ini menghimbau kepada seluruh civitas akademika untuk berani melaporkan upaya penanaman atau indoktrinasi radikalisme di kampus, baik itu yang dilakukan para seniornya maupun para dosennya sekalipun.

Kaula muda termasuk mahasiswa harus waspada dan sadar bahwa ajaran yang berbau radikalisme sangat merugikan bangsa dan negara. Karena itu jangan mudah terpengaruh dengan paham-paham yang menyimpang, karena akan merugikan. Filtrasi pemikiran harus selalu digelorakan pemuda ketika menemukan suatu pemikiran yang baru, baik yang ada di internet maupun orang lain. Boleh saja mengetahui paham baru dari berbagai sumber, namun harus disertai sumber pembanding, agar tidak langsung terpengaruh.

Di samping itu, peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka membantu upaya pemerintah, keluarga, dan lembaga pendidikan untuk mensukseskan pemberantasan bibit-bibit radikalisme. Semua tahu bahwa masyarakat merupakan rumah para pemuda, setelah keluarga dan lembaga pendidikan. Karena itu pengawasan setiap elemen masyarakat terhadap generasi muda jangan sampai dikesampingkan dan dianaktirikan, mengingat generasi muda rawan terkena faham menyesatkan tersebut. Ini penting diingat dan digelorakan, agar suasana di dalam lingkungan masyarakat dan negara selalu kondusif, aman, dan damai. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Oleh: Muhammad Ali Fuadi, Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Artikel ini dimuat di Jawa Pos, 29/09/2018

1 komentar: