Aksi
penyebarluasan paham radikalisme di era milenial ini disinyalir telah menemukan
bentuk baru, yang sasarannya tidak lain adalah generasi muda. Sebab generasi
muda dianggap generasi yang mudah dan masih rentan disusupi pemahaman-pemahaman
baru, termasuk pemahaman radikal. Apalagi bila bekal keagamaan dan pemahaman
nasionalisme pada diri generasi muda masih belum mengakar dengan kuat.
Berdasarkan
data yang dikeluarkan Polri, kasus-kasus faham radikal yang akhir-akhir ini
terungkap dan kemudian pelakunya dijadikan sebagai tersangka, paling besar
jumlahnya dari kaula muda. Fakta ini memberikan sinyal negatif kepada seluruh
elemen bangsa, bahwa peran lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan
(ormas), dan lingkungan keluarga masih lemah dalam menjaga dan memberikan
nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan bagi generasi muda.
Sementara
itu, lingkungan kampus yang dipercaya mampu mencetak kader-kader akademis,
justru saat ini disinyalir telah menjadi ladang subur penyebaran paham
radikalisme. Menurut Mohammad Nasir, Menteri Riset, Teknologi, dan Pergutuan
Tinggi (Menristek dikti), penyebaran paham radikalisme di kampus sebenarnya
sudah terjadi sejak lama, yakni sekitar tahun 1983. Melihat hal itu, kemudian
pada tahun yang sama dibuat kebijakan normalisasi kampus dengan program BKK
(Badan Koordinasi Kampus).
Paham
radikalisme bahkan semakin membumi setelah kran kebebasan berpendapat terbuka
di era reformasi. Diketahui bahwa era reformasi
memberikan ruang kepada setiap insan untuk berekspresi secara bebas. Akan tetapi,
sayangnya kebebasan tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh
oknum-oknum tertentu, sehingga paham radikalisme semakin menguat terutama di
ranah pendidikan. Kebebasan yang diberikan itu justru disalahartikan sehingga
menerabas nilai moral, etika, dan karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
cinta damai.
Mengubur Radikalisme
Melihat
semakin tingginya tingkat penyebaran paham radikalisme di masyarakat, terutama
yang mengancam generasi muda, seluruh elemen harusnya mulai sadar dan segera mencari
solusi untuk mengatasinya. Menurut hemat penulis, ada beberapa hal yang perlu
diupayakan secara serius dan berkelanjutan, di antaranya: pertama,
lingkungan keluarga harus menjadi garda terdepan yang selalu siap dan konsisten
mengajarkan dan memberikan nilai-nilai nasionalisme kepada kaum muda, agar
ideologi yang diterima mengakar secara kuat.
Seluruh
bangsa tahu bahwa keluarga merupakan rumah pertama, dan orang tua sebagai
pendidik utama anak-anaknya hingga mereka dewasa. Jika mereka selalu membiasakan
memberikan pendidikan kebangsaan dan nasionalisme kepada anak sejak dini,
dipastikan sikap toleran anak akan terbangun dengan kuat. Dengan pemahaman
kebangsaan dan nasionalisme yang kuat, indoktrinasi radikalisme dalam bentuk
apapun tidak akan mempan apalagi dapat masuk ke dalam diri para pemuda.
Kedua, lembaga
pendidikan, yang dalam hal ini sekolah dan perguruan tinggi, selalu sigap pada
setiap kondisi dalam upaya mengantisipasi penyebaran paham radikal. Apalagi
saat ini musim mahasiswa baru, yang tentu harus sejak awal sudah dibekali
pemahaman pentingnya menjaga ideologi bangsa dan nasionalisme kebangsaan. Komjen
Pol Suhardi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam hal
ini menghimbau kepada seluruh civitas akademika untuk berani melaporkan upaya
penanaman atau indoktrinasi radikalisme di kampus, baik itu yang dilakukan para
seniornya maupun para dosennya sekalipun.
Kaula muda termasuk
mahasiswa harus waspada dan sadar bahwa ajaran yang berbau radikalisme sangat
merugikan bangsa dan negara. Karena itu jangan mudah terpengaruh dengan
paham-paham yang menyimpang, karena akan merugikan. Filtrasi pemikiran harus
selalu digelorakan pemuda ketika menemukan suatu pemikiran yang baru, baik yang
ada di internet maupun orang lain. Boleh saja mengetahui paham baru dari
berbagai sumber, namun harus disertai sumber pembanding, agar tidak langsung
terpengaruh.
Di samping
itu, peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka membantu upaya pemerintah,
keluarga, dan lembaga pendidikan untuk mensukseskan pemberantasan bibit-bibit
radikalisme. Semua tahu bahwa masyarakat merupakan rumah para pemuda, setelah
keluarga dan lembaga pendidikan. Karena itu pengawasan setiap elemen masyarakat
terhadap generasi muda jangan sampai dikesampingkan dan dianaktirikan,
mengingat generasi muda rawan terkena faham menyesatkan tersebut. Ini penting
diingat dan digelorakan, agar suasana di dalam lingkungan masyarakat dan negara
selalu kondusif, aman, dan damai. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Oleh: Muhammad Ali Fuadi, Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Walisongo Semarang
Artikel ini dimuat di Jawa Pos, 29/09/2018
Mantul, gan.
BalasHapus