
Suara Karya, 04 Maret 2015
Ibarat seorang sopir,
pemimpin bertugas mengendalikan kendaraannya dan memastikan seluruh
penumpangnya berada dalam keadaan aman dan tentram. Apabila terdapat
permasalahan pada diri seorang sopir—semisal ngantuk, tidak konsentrasi ketika
mengemudikan kendaraannya—penumpang akan menjadi taruhannya. Begitu pula
pemimpin, apabila ketika dalam mengendalikan kekuasaan tidak benar, salah
menentukan kebijakan, mudah diintervensi orang lain bahkan yang dari bangsa
asing, maka seluruh rakyatnya tentu akan sengsara dan menderita.
Oleh karena pentingnya
kekuasaan, maka pemimpin dituntut untuk tidak seperti ‘kepompong’. Pemimpin
‘kepompong’ merupakan pemimpin yang cenderung tidak acuh terhadap kebijakan
yang diterapkan, tidak mengetahui implikasi kebijakan yang diterapkan, tidak
peka terhadap tuntutan dan keinginan rakyat, mudah dikendalikan atau
diintervensi pihak yang tidak bertanggung jawab, serta tidak cepat dalam
menentukan segala kebijakan. Pemimpin kategori demikian tentu akan menjadi
boomerang bagi suatu negaranya.
Diakui maupun tidak,
pemimpin demikian telah marak di bumi pertiwi ini. Tidak sedikit pemimpin
kita—baik di level daerah maupun nasional—hanya menggunakan kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi dan kelompoknya, sedangkan rakyat ditelantarkan. Dalam konteks
ini, tentu kita semua sepakat bahwa kebijakan sangat berpengaruh terhadap
seluruh aspek kehidupan. Apabila kebijakan itu tepat dan mantap, rakyat akan
merasakan kesejahteraan. Dan sebaliknya, apabila kebijakan yang diterapkan
salah, rakyat akan menderita. Nah, kebijakan salah inilah yang mengakibatkan
rakyat seperti ditelantarkan oleh pemimpinnya. Padahal pemimpin itu pengayom
bagi rakyat.
Meneladai Politik Nabi
Dalam situasi dan kondisi
seperti ini, yang dibutuhkan Indonesia adalah pemimpin handal, yang mampu
melakukan segala hal dengan otoritas yang dimilikinya, sehingga bangsa ini
setidaknya mampu mendapatkan sebuah awal dari kemajuan bangsa; bebas dari
praktik kebohongan. Dalam rangka menjadikan bangsa ini menjadi negeri
berdikari, yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memiliki kualitas paripurna.
Dan siapa yang harus dicontoh? Dalam hemat penulis, kualitas pemimpin paripurna
yang ada sepanjang zaman adalah sosok Nabi Muhammad. Jadi, beliaulah yang patut
dan harus dijadikan contoh bagi setiap pemimpin.
Kita semua tentu tahu
bahwa Nabi Muhammad Saw telah berhasil menjadikan peradaban unggul di dunia
internasional. Sehingga, Michael H. Hart dalam bukunya berjudul “Seratus Tokoh
yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah”, menempatkan Nabi Muhammad pada posisi
pertama. Hal itu tidak aneh dan mengherankan, karena Muhammad adalah salah satu
sosok yang fenomenal dibandingkan dengan tokoh yang lain. Beliau mampu meraih
kesuksesan luar biasa, baik dalam lingkup duniawi maupun agama. Beliau merupakan pemimpin sekaligus nabi yang
berhasil meninggikan peradaban di dunia. Lantas kualitas apa yang harus
dimiliki oleh setiap pemimpin, agar dapat mempertinggi derajat bangsa?
Pertama, seorang pemimpin harus memiliki finansial
tinggi yang kemudian dikorbankan dalam masa perjuangan memimpin umat. Tak dapat
dimungkiri, Nabi Muhammad adalah seorang yang memiliki finansial dengan jumlah besar.
Namun, beliau tidak menjadikan kekuasaan yang dimiliki tersebut untuk meraup
kepentingan pribadi. Justru, beliau merelakan semua hartanya untuk kepentingan
umat. Sehingga dalam masa akhir hayatnya pun, harta kekayaannya habis dan itu
terbukti dengan baju perangnya yang masih tergadai pada orang lain.
Kedua, seorang pemimpin harus memiliki kualitas
keilmuan dan kemahiran berpolitik. Muhammad adalah seorang nabi sekaligus
pemimpin negara. Beliau berhasil menjadikan kota Madinah—yang dulu dikenal
Yatsrib—menjadi bangsa yang beradab, meskipun di dalamnya terdapat berbagai
perbedaan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA). Muhammad mampu menengahi
pluralitas di kota Madinah tersebut dengan kepiawaian politiknya, sehingga
membawa kota Madinah mencapai kemajuan yang signifikan, dan tidak terjadi
konflik di dalamnya.
Ketiga, pemimpin harus memiliki sifat yang dimiliki
para nabi, yakni shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Ya, pemimpin harus bersikap
shiddiq (jujur), agar tidak terjadi kedzaliman di dalamnya. Pemimpin harus amanah
(dapat dipercaya atau tidak berkhianat). Pemimpin juga harus tabligh
(menyampaikan data dan fakta yang sebenarnya, tidak dimanipulasi). Selanjutnya
pemimpin harus fathanah, yakni harus cerdas agar tidak mudah dibodohi oleh
orang lain. Empat kualitas sifat nabi mutlak dimiliki oleh para pemimpin kita
agar negara ini mencapai kemajuan, tidak ada fitnah dan kedzaliman di dalamnya.
Sebab, karakter pemimpin di Indonesia saat ini sangat jauh dari sifat nabi.
Memprioritaskan Kepentingan Rakyat
Sederhananya, kemajuan negara dapat diukur dengan
apabila kepentingan rakyat telah berada di atas segala-galanya. Itulah salah
satu fungsi politik. Di dalam buku “What is Politics?
The Activity and Its Study” karya
Adrian Leftwich juga
dijelaskan hal serupa bahwa politik merupakan jantung dari semua kegiatan
sosial yang bersifat kolektif, publik maupun privat, serta formal maupun
informal. Di dalamnya diatur segala hal yang berkaitan dengan interaksi sosial,
yang kemudian melahirkan sebuah kekuasaan yang digunakan untuk pendistribusian
serta pengambilan keputusan sebagai agenda utama pemerintahan. Pada intinya,
politik itu digunakan untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
Senada dengan hal itu, Hasan al-Banna mengatakan
bahwa politik adalah seni untuk menyejaterakan rakyat. Politik adalah suatu hal
yang memikirkan persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat. Persoalan
internal adalah yang mencakup mengurusi persoalan pemerintahan, merinci hak dan
kewajibannya, menjelaskan fungsinya, melakukan pegawasan terhadap para penguasa
dengan mematuhinya apabila melakukan kebaikan, dan mengkritisinya apabila
melakukan tindakan yang keliru.
Sedangkan mengenai
persoalan eksternal sebagaimana yang diwacanakan Hasan al-Banna, yaitu
memelihara kebebasan bangsa dan kemerdekaannya, membebaskan dari setiap
penindasan, menghilangkan intervensi dari pihak-pihak asing dalam segala
urusan. Dan yang terpenting, mampu menghantarkan suatu negara mencapai tujuan
yang dikehendaki sehingga dapat menempatkan kedudukan bangsa menjadi bangsa
yang membanggakan di tengah-tengah bangsa lain.
Demi mencapai kemajuan suatu negara, seorang
pemimpin harus mengedepankan kepentingan rakyat dan tidak bersikap seperti
‘kepompong’. Sebab, selama ini masih banyak pemimpin yang justru mengedepankan
kepentingan pribadinya dan kelompoknya, serta hanya diam membisu laiknya
‘kepompong’. Dalam konteks ini, pemimpin harus meneladani kamahiran politik
Nabi dalam setiap perjuangannya, khususnya empat sifat yang dimiliki nabi
(shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah), agar tidak mudah dikendalikan
kepentingan politik pihak lain. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Oleh: Muhammad
Ali Fuadi, Peneliti di LPM IDEA Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo
Semarang; Peneliti Muda di Monash Institute Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar