Suara Pena Pemuda

Menuju Cakrawala Perubahan

Senin, 02 Maret 2015

Revitalisasi Kepercayaan Publik

Pos Bali, 19 Januari 2015

Belum buyar dari ingatan seluruh elemen bangsa, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat kampanye pemilihan presiden (pilpres) berjanji akan melaksanakan program reformasi penegakan hukum yang bebas korupsi. Program yang dibuat Presiden Jokowi tersebut tentu berdasarkan alasan jelas, yang tak lain karena di Indonesia semakin marak budaya korupsi. Sudah menjadi rahasia umum, selama dekade terakhir ini korupsi menjadi wabah penyakit yang bahkan sangat sulit untuk disembuhkan.

Oleh karena itu pula, ketika Presiden Jokowi akan menempatkan menteri-menteri dalam Kabinet Kerja, sebelumnya beliau melakukan penyaringan terhadap nama-nama yang akan diperankan sebagai menteri dengan cara menggandeng lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Langkah ini kemudian pun disambut gembira oleh seluruh elemen bangsa, karena mereka menganggap langkah yang dilakukan Presiden Jokowi itu akan memberikan pengaruh baik terhadap pemerintahan ke depan, terutama agar negeri ini bebas korupsi.

Seolah lupa dengan program tersebut, kabar terhangat akhir-akhir ini memberitakan bahwa Presiden Jokowi justru menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Padahal berdasarkan keputusan KPK, Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Ia diduga terlibat menerima gratifikasi ketika menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SSDM Mabes Polri tahun 2004-2006 serta jabatan-jabatan lain yang dijabat di Polri.

Memang penjatuhan status tersangka kepada Budi Gunawan oleh KPK terkesan sangat politis, karena penjatuhan status tersebut diungkapkan KPK pada masa akhir pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Selain itu juga tidak didahului pemeriksaan terhadap para saksi, bahkan terhadap tersangka sendiri. Namun perlu diingat, seluruh elemen bangsa akan lebih percaya terhadap KPK, karena lembaga satu ini sudah dipercaya publik memiliki tingkat kebenaran tinggi.

Berita ini pun membuat terkejut seluruh elemen bangsa, karena menganggap Presiden Jokowi tidak menepati janji sebagaimana yang digembor-gemborkan selama kampanye lalu. Lebih ironis lagi, ketika Presiden Jokowi menetapkan Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon Kapolri, beliau tidak bertindak sebagaimana yang dilakukan dahulu ketika akan menetapkan para menterinya, dengan menggadeng lembaga KPK dan PPATK.

Inilah yang menimbulkan banyak pertanyaan, ada apa dengan Presiden Jokowi, apakah lupa dengan janji sucinya? Kita pun mengetahui bahwa Budi Gunawan sangat dekat dengan partai pengusung Presiden Jokowi, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Karena ia merupakan ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjabat Presiden RI. Dengan ini, apakah Presiden Jokowi juga lupa dengan janji tidak akan bagi-bagi kekuasaan, atau yang kita kenal selama ini dengan koalisi tanpa syarat?

Melupakan Janji Suci
Ya, kita semua tentu menyadari bahwa politik itu syarat dengan kepentingan, baik individu maupun kelompok. Yang perlu diingat, Presiden Jokowi selama ini telah didamba-dambakan seluruh elemen bangsa. Presiden Jokowi dianggap sebagai pemimpin yang paling karismatik dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Beliau dianggap sebagai seorang jujur, bersih, sederhana, serta merakyat. Karena itu, hal itu harus dibuktikan dengan membuat regulasi yang baik dan benar dalam mengambil setiap keputusan, bukan justru menyekik rakyat jelata. Hak prerogatif presiden itu sangat diperlukan, tetapi juga jangan disalahgunakan.

Membahas kembali keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon Kapolri, dalam hal ini kesalahan Presiden Jokowi terletak pada penetapan Budi Gunawan yang tanpa melibatkan KPK dan PPATK. Selain itu penetapan tersebut dinilai seluruh elemen bangsa terdapat unsur kepentingan dengan Megawati. Maka tidak heran apabila berbagai kalangan mengecam Presiden Jokowi karena dinilai telah menciderai seluruh bangsa Indonesia. Para aktivis antikorupsi pun akhir-akhir ini gencar menyuarakan aspirasi agar Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan.

Para aktivis antikorupsi menilai bahwa Presiden Jokowi telah melupakan janji melaksanakan program reformasi penegakan hukum yang bebas korupsi. Atas hal itu pula, akhirnya para aktivis antikorupsi memutuskan untuk membuat petisi online yang berisi tentang desakan terhadap Presiden Jokowi agar membatalkan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri tersebut. Selain itu mereka meminta agar Presiden Jokowi menggandeng KPK dalam pemilihan Kapolri, agar menghasilkan pemimpin Polri yang benar-benar baik, bukan yang hanya terlihat baik. (Harian Analisa, 13/01/2015)

Keputusan yang diambil Presiden Jokowi tentu mengundang banyak kecaman, terutama para aktivis antikorupsi, dan bahkan relawan pemenangannya. Mereka menilai bahwa keputusan yang diambil Presiden Jokowi sangat tidak tepat, karena telah memilih seorang korup untuk memimpin Polri, terlepas dari apakah sebelumnya Presiden Jokowi telah mengetahui bahwa Budi Gunawan seorang korup atau belum. Pandangan sederhana dari seluruh elemen bangsa, kalau pemimpinnya saja korup, lantas bagaimana dengan para pengikut atau bawahannya? Apalagi saat ini lembaga kepolisian juga dinilai sebagai lembaga yang korup, selain partai politik (parpol), lembaga eksekutif, dan legislatif.

Karena itu, apakah Presiden Jokowi hanya diam saja dan apatis terhadap kecaman yang ditorehkan oleh banyak kalangan, ataukah akan membatalkan pencalonan Budi Gunawan, karena berdasarkan keputusan KPK ia tersandung masalah korupsi? Seluruh elemen bangsa berharap nantinya Presiden Jokowi akan membatalkan pencalonan Budi Gunawan, dan menggantinya dengan seorang yang benar-benar memiliki kapabilitas, akseptabilitas, dan terpenting integritas tinggi untuk memimpin di Polri.

Presiden Jokowi harus membuat kebijakan dan langkah tepat guna menyelamatkan negara dari penyelenggara negara yang tidak bersih atau bahkan yang terkontaminasi dengan korupsi. Mengenai pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Presiden Jokowi harus berpikir ulang agar tidak melanjutkannya, karena KPK telah mengisyaratkan atau memberikan sinyal untuk tidak meneruskan hasrat Presiden Jokowi menjadikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pembatalan tersebut sebagai tolak ukur apakah Presiden Jokowi taat kepada hukum ataukah tidak. Selain itu untuk membangun kembali kepercayaan seluruh elemen bangsa kepada Jokowi. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Oleh: Muhammad Ali Fuadi, Peneliti di LPM IDEA Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang

http://posbali.com/revitalisasi-kepercayaan-publik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar