Pos Bali, 19 Januari 2015
Belum
buyar dari ingatan seluruh elemen bangsa, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada
saat kampanye pemilihan presiden (pilpres) berjanji akan melaksanakan program reformasi penegakan hukum yang bebas korupsi. Program
yang dibuat Presiden Jokowi tersebut tentu berdasarkan alasan jelas, yang tak
lain karena di Indonesia semakin marak budaya korupsi. Sudah menjadi rahasia
umum, selama dekade terakhir ini korupsi menjadi wabah penyakit yang bahkan
sangat sulit untuk disembuhkan.
Oleh
karena itu pula, ketika Presiden Jokowi akan menempatkan menteri-menteri dalam
Kabinet Kerja, sebelumnya beliau melakukan penyaringan terhadap nama-nama yang
akan diperankan sebagai menteri dengan cara menggandeng lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Langkah ini kemudian pun disambut gembira oleh seluruh elemen
bangsa, karena mereka menganggap langkah yang dilakukan Presiden Jokowi itu
akan memberikan pengaruh baik terhadap pemerintahan ke depan, terutama agar
negeri ini bebas korupsi.
Seolah
lupa dengan program tersebut, kabar terhangat akhir-akhir ini memberitakan
bahwa Presiden Jokowi justru menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai
calon tunggal Kapolri. Padahal berdasarkan keputusan KPK, Budi Gunawan ditetapkan
sebagai tersangka kasus korupsi. Ia diduga terlibat menerima gratifikasi ketika
menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SSDM Mabes Polri tahun 2004-2006
serta jabatan-jabatan lain yang dijabat di Polri.
Memang
penjatuhan status tersangka kepada Budi Gunawan oleh KPK terkesan sangat
politis, karena penjatuhan status tersebut diungkapkan KPK pada masa akhir
pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Selain itu juga tidak didahului
pemeriksaan terhadap para saksi, bahkan terhadap tersangka sendiri. Namun perlu
diingat, seluruh elemen bangsa akan lebih percaya terhadap KPK, karena lembaga
satu ini sudah dipercaya publik memiliki tingkat kebenaran tinggi.
Berita
ini pun membuat terkejut seluruh elemen bangsa, karena menganggap Presiden
Jokowi tidak menepati janji sebagaimana yang digembor-gemborkan selama kampanye
lalu. Lebih ironis lagi, ketika Presiden Jokowi menetapkan Budi Gunawan sebagai
satu-satunya calon Kapolri, beliau tidak bertindak sebagaimana yang dilakukan
dahulu ketika akan menetapkan para menterinya, dengan menggadeng lembaga KPK
dan PPATK.
Inilah
yang menimbulkan banyak pertanyaan, ada apa dengan Presiden Jokowi, apakah lupa
dengan janji sucinya? Kita pun mengetahui bahwa Budi Gunawan sangat dekat
dengan partai pengusung Presiden Jokowi, yakni Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP). Karena ia merupakan ajudan Megawati Soekarnoputri saat
menjabat Presiden RI. Dengan ini, apakah Presiden Jokowi juga lupa dengan janji
tidak akan bagi-bagi kekuasaan, atau yang kita kenal selama ini dengan koalisi
tanpa syarat?
Melupakan
Janji Suci
Ya,
kita semua tentu menyadari bahwa politik itu syarat dengan kepentingan, baik
individu maupun kelompok. Yang perlu diingat, Presiden Jokowi selama ini telah
didamba-dambakan seluruh elemen bangsa. Presiden Jokowi dianggap sebagai
pemimpin yang paling karismatik dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Beliau
dianggap sebagai seorang jujur, bersih, sederhana, serta merakyat. Karena itu,
hal itu harus dibuktikan dengan membuat regulasi yang baik dan benar dalam mengambil
setiap keputusan, bukan justru menyekik rakyat jelata. Hak prerogatif presiden
itu sangat diperlukan, tetapi juga jangan disalahgunakan.
Membahas
kembali keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan Budi Gunawan sebagai
satu-satunya calon Kapolri, dalam hal ini kesalahan Presiden Jokowi terletak
pada penetapan Budi Gunawan yang tanpa melibatkan KPK dan PPATK. Selain itu
penetapan tersebut dinilai seluruh elemen bangsa terdapat unsur kepentingan
dengan Megawati. Maka tidak heran apabila berbagai kalangan mengecam Presiden
Jokowi karena dinilai telah menciderai seluruh bangsa Indonesia. Para aktivis
antikorupsi pun akhir-akhir ini gencar menyuarakan aspirasi agar Presiden
Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan.
Para
aktivis antikorupsi menilai bahwa Presiden Jokowi telah melupakan janji
melaksanakan program reformasi penegakan hukum yang bebas korupsi. Atas hal itu
pula, akhirnya para aktivis antikorupsi memutuskan untuk membuat petisi online
yang berisi tentang desakan terhadap Presiden Jokowi agar membatalkan
pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri tersebut. Selain itu mereka meminta
agar Presiden Jokowi menggandeng KPK dalam pemilihan Kapolri, agar menghasilkan
pemimpin Polri yang benar-benar baik, bukan yang hanya terlihat baik. (Harian
Analisa, 13/01/2015)
Keputusan
yang diambil Presiden Jokowi tentu mengundang banyak kecaman, terutama para
aktivis antikorupsi, dan bahkan relawan pemenangannya. Mereka menilai bahwa
keputusan yang diambil Presiden Jokowi sangat tidak tepat, karena telah memilih
seorang korup untuk memimpin Polri, terlepas dari apakah sebelumnya Presiden
Jokowi telah mengetahui bahwa Budi Gunawan seorang korup atau belum. Pandangan
sederhana dari seluruh elemen bangsa, kalau pemimpinnya saja korup, lantas
bagaimana dengan para pengikut atau bawahannya? Apalagi saat ini lembaga
kepolisian juga dinilai sebagai lembaga yang korup, selain partai politik
(parpol), lembaga eksekutif, dan legislatif.
Karena
itu, apakah Presiden Jokowi hanya diam saja dan apatis terhadap kecaman yang
ditorehkan oleh banyak kalangan, ataukah akan membatalkan pencalonan Budi
Gunawan, karena berdasarkan keputusan KPK ia tersandung masalah korupsi?
Seluruh elemen bangsa berharap nantinya Presiden Jokowi akan membatalkan
pencalonan Budi Gunawan, dan menggantinya dengan seorang yang benar-benar
memiliki kapabilitas, akseptabilitas, dan terpenting integritas tinggi untuk
memimpin di Polri.
Presiden
Jokowi harus membuat kebijakan dan langkah tepat guna menyelamatkan negara dari
penyelenggara negara yang tidak bersih atau bahkan yang terkontaminasi dengan
korupsi. Mengenai pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Presiden Jokowi
harus berpikir ulang agar tidak melanjutkannya, karena KPK telah mengisyaratkan
atau memberikan sinyal untuk tidak meneruskan hasrat Presiden Jokowi menjadikan
Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pembatalan tersebut sebagai tolak ukur apakah
Presiden Jokowi taat kepada hukum ataukah tidak. Selain itu untuk membangun
kembali kepercayaan seluruh elemen bangsa kepada Jokowi. Wallahu a’lam bi
al-shawab.
Oleh: Muhammad Ali Fuadi, Peneliti di LPM
IDEA Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang
http://posbali.com/revitalisasi-kepercayaan-publik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar